Jumat, 02 Juni 2017

Non Linear



Pada suatu waktu di sebuah sesi training beberapa tahun lalu, para peserta diminta menyebut benda apa yang mereka lihat dari gambar yang muncul dari proyektor. Dan saat gambar pertama ditampilkan, sontak semua orang langsung menyebut apa yang mereka lihat. Ada yang bilang kapal, ada yang bilang jembatan. Saya yang memang orangnya tidak spontan dan telat sepersekian detik akhirnya bisa ikut nyeletuk dan saya katakan "di depan kapal, di belakang jembatan". Tiba-tiba si trainer matanya menelusuri "Siapa tadi yang bilang di depan kapal di belakang jembatan?". Kelas pun menjadi sunyi sesaat, dan saya harus mengangkat tangan karena merasa tidak ada yang salah dengan pendapat saya. Kemudian trainer tadi mengarahkan telunjuknya pada saya sambil berkata "Anda objektif!" lalu si trainer pun menghimbau para peserta lain untuk juga bisa berpikir objektif - yang dalam artian seperti saya pastinya.. Hahaha.. :D :P

Dan waw, saya bahkan tidak pernah menyadari hal itu, hehehe.. namun sejak saat itu saya jadi tidak bisa menentukan apa perbedaan antara orang objektif dengan orang yang tidak pernah yakin bahwa pendapatnya adalah yang paling benar. Ya, yang sebenarnya datang dari saya adalah bahwa saya tidak pernah mampu memposisikan pendapat saya sebagai yang paling benar. Somehow, I just can’t. Just didn't born for that, didn't raise for that. Saya besar dengan doktrin bahwa orang yang lebih besar dari saya selalu lebih bijaksana dan lebih benar dari saya. Dan sebagai anggota terakhir dari lima tingkat kebijaksanaan diatas saya, bisa saya katakan bahwa saat itu kebenaran nyaris tidak (perlu) saya miliki. Ditambah saya selalu menjadi generasi yang lebih muda di setiap jenjang pendidikan saya. Akan tetapi kemudian waktulah yang memaksa saya untuk mencoba memahami parameter-parameter di sekitar saya, mempertanyakan apa yang terasa tidak wajar dalam hidup saya, sehingga sampai kini pun saya terbiasa membangun konsep saya sendiri yang kadang terdengar absurd dan sampai pernah suatu waktu istri saya sampai mengucap istighfar berkali-kali mendengar hipotesis saya akan satu masalah di hidup saya. Moto saya untuk hal ini adalah : kamu mungkin benar, tapi saya belum tentu salah.. saya cukup menikmatinya dan tidak akan meminta lebih dari itu. Ini semacam bertaruh dengan waktu untuk membuktikan konsep siapa yang paling mendekati kebenaran. Bukan untuk mengikuti ego, tapi itu adalah cara saya untuk menghadapi kebohongan yang terjadi saat ini dan mengantisipasi kebohongan yang akan terjadi selanjutnya. Kamu tidak perlu ikut saya, dan saya pun tidak perlu mengikuti kamu, saya bahkan tidak peduli seberapa banyak orang yang sependapat dengan saya ataupun kamu - ini bahkan saya lakukan kepada istri saya sehingga kami sudah terbiasa dengan silang pendapat. Istri saya menyebutnya sepakat untuk tidak sepakat

I live in a non linear world. Every possibilities must counts. Dan untuk banyak hal yang telah terjadi di hidup saya, seringkali akhirnya saya harus berkata.. I hate it when I’m right..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar